Kamis, 14 Maret 2013

Karya AZHAR HAMZAH



S I L O A M
Karya Azhar Hamzah

Langit makin mendung, angin semakin kencang. Kapal mini yang kami tumpangi bergoyang. Kulihat Finy ketakutan sambil memegang tangan Alif. Nisa pun kurangkulnya dengan erat. Terlihat Bobi pun ketakutan sambil menahkodahi kapal ini.
Pulau semakin dekat, angin masih kencang.  Aku pun tak bisa bernafas lega, tapi tangan ini tak lepas merangkul kekasihku tercinta, begitupun dengan Alif yang kali ini terlihat memeluk Finy nya tersayang.
Akhirnya kapal pun bersandar, kami sudah sampai di Pulau Siloam, pulau yang sangat indah nan menakjubkan. Pasir putih menyambut kedatangan kami, pemandangan pulau yang indah seakan aku ingin berlama-lama disini. Tak salah kami menyewa pulau ini dengan mahal
Terlihat seorang perempuan mendatangi kami. Dia langsung menyuruh kami mengikutinya. Aku heran dengan orang ini, tanpa memperkenalkan dirinya dia langsung menyuruh kami mengikutinya. Ternyata dia membawa kami ke villa.
“ini villa yang akan kalian tempati selama lima hari” kata perempuan itu.
“kok anda tau kalau kami disini cuma lima hari?” kataku.
“ibu Hilda sudah menelponku tadi pagi, katanya akan ada lima orang yang berlibur di pulaunya ini. Kalau kalian perlu bantuan kerumah belakang saja, saya tinggal disana”
Habis kata,perempuan itu lalu pergi tanpa pamit.
Ternyata perempuan itu suruhan dari ibu Hilda yang selama ini mengurusi pulaunya. Terlihat aneh juga perempuan itu, yang tanpa memperkenalkan diri dan pergi pun tanpa pamit.
Hari semakin sore, kami sibuk membersihkan villa yang sedikit berdebu ini. Mungkin karena villa ini lama tak ditempati orang lain yang juga berlibur ditempat ini. Terdapat tiga kamar tidur dan sedangkan kami disini berlima.
“bagaimana nih kamarnya cuman tiga, sedangkan kita berlima” kata Bobi.
“ngga’ papa, kamu dikamar belakang saja Bob? Aku dan Finy di kamar depan, dan kamar satunya biar Aza dan Nisa” kata Alif.
“waduh, ngga bisa gitu dong kalian kan belum nikah, masa satu kamar berdua?” kata Bobi.
“ngga’ papa, kami kan pacaran jadi wajarlah” kata Finy.
“iya nih, kamu dikamar belakang saja Bob, biar kami dikamar depan” kataku.
“enak di kalian dong, lah aku, tidur sendirian”
“sudahlah, ngga papa, nikmati saja, hahaha” kata Nisa.
Barang masing-masing dibawa ke kamar, disisi lain, kamar divilla ini tak bisa dikunci. Selain itu kamar ini tak begitu luas tapi cukup untuk aku dan Nisa tidur berdua. Kulihat Nisa menaruh pistol dimeja samping kamar. Aku heran, tapi katanya ini buat jaga-jaga.
Diluar suasana lagi hujan. Kami keluar, keruang tengah sembari menonton televisi. Finy dan Alif terlihat bermesraan didekatku, disisi lain Bobi membakar rokoknya dengan mimik wajah yang tak tau berbentuk apa, keliatannya lagi marah.
Waktu menunjukkan pukul 10.00, Nisa terlihat kedapur, Finy dan Alif kekamar duluan, katanya dia sudah ingin istirahat, dan Bobi diam saja tak pernah bicara.
            “kamu kenapa bob? Dari tadi diam saja?” kataku
            “ngaa’ papa”  kata Bobi.
            Aku heran kenapa Bobi seperti ini, biasanya dia tidak seperti ini. Mungkin karena dia disuruh tidur sendiri, jadi dia seperti itu.
            Nisa kembali keruang tengah dengan membawa teh hangat.
            “loh, Finy dan Alif kemana? Aku sudah buatkan teh hangat nih buat kalian”
            “dia kekamar duluan, katanya ingin istirahat” kataku.
            “waduh, sudah dibuatkan teh nih, masa ngga diminum”
            “kalo gitu, panggil dikamarnya, mungkin dia belum tidur” kataku.
            Bobi kekamar Finy dan Alif untuk memanggil mereka minum teh hangat bersama. Terdengar Bobi langsung membuka pintu kamar Finy dan Alif.
            Diruang tengah aku dan Nisa ngobrol tentang suasana dipulau ini. Pulau ini memang indah dan menabjubkan, tapi tidak dengan villa ini yang masih kurang baik. Pintu kamarnya saja tak bisa dikunci. Begitu pula pendapat Nisa tentang pulau dan villa ini.
            Bobi datang dengan wajah yang kelihatan lagi marah, menyusul Finy dan Alif yang datang sepuluh menit kemudian. Kami pun menikmati teh  hangat sembari menonton televisi. Tapi Bobi hanya dengan sekali minum dan langsung kekamarnya. Aku masih heran dengan Bobi, kenapa dia seperti ini, tidak biasanya.
Esok harinya kami berenang dipantai, terlihat semuanya senang dengan liburan ini. Bobi pun begitu, terlihat senang dan tak lagi seperti semalam.
Aku dan Nisa ke villa duluan. Sedangkan Boby, Fini dan Alif masih berenang.
Kudengar suara Finy minta tolong. Bergegas aku dan Nisa berlari kepantai. Kulihat Alif dan Finy sudah mengambang di pantai, kudekatinya dan langsung aku dan Nisa menolongnya dengan memberi napas buatan. Finy dan Alif tak sadarkan diri, kupegang denyut nadinya, ternyata dia sudah meninggal. Sedangkan Bobi baru saja sampai dan mempertanyakan keadaan Finy dan Alif.
“mereka sudah meninggal” Kata Nisa sambil menangis histeris.
“Kamu dari mana kenapa Alif dan Finy seperti ini?” Kataku.
“aku tadi jalan-jalan kebelakang pantai, dan kudengar suara Finy minta tolong” kata Bobi.
“kenapa bisa seperti iniiiiiiiii” kataku sambil berteriak.
Suasana pantai pun berubah menjadi tangis. Dibibir pantai kulihat sebuah gelang yang putus. Kuhampiri gelang itu dan kuambilnya lalu kukantongin. Mayat Alif dan Fini pun kubawa kerumah perempuan yang mengurusi pantai ini. Perempuan itu terkejut melihat Finy dan Alif sudah tak bernyawa lagi, dia segera menelpon polisi, dan berharap mayat Finy dan Alif diotopsi.
Satu jam kemudian polisi datang dan mempertanyakan kasus ini. Kasus ini pun kujelaskan dengan rasa amarahku, sedang polisi mencatat semua penjelasanku. Polisi pun lalu membawa mayat Finy dan Alif untuk diotopsi.
Malamnya aku dan Nisa terus bertanya-tanya atas kematian Alif dan finy, Alif pintar berenang, tetapi kenapa dia bisa seperti ini. Bobi sudah dari tadi tidak keluar kamar.
“aku curiga dengan perempuan itu” Kata Nisa.
“jangan menuduh sembarangan Nis, kita harus cari tau dulu”  
            “tapi siapa lagi kalau bukan perempuan itu, tampangnya saja sudah misterius dan menakutkan, dan aku tidak percaya kalau Finy dan Alif meninggal karena tenggelam dan jelas-jelas kalau Alif itu pintar berenang.”
Aku pun berpikir keras untuk menyelesaikan kasus ini, apakah ini murni kecelakaan, atau pembunuhan.
“Oh iya aku tadi menemukan gelang yang dihempas oleh ombak di bibir pantai, mungkin itu pentunjuk” kataku dengan suara keras.
“kalau begitu sini aku lihat gelang itu” kata Nisa.
Aku segera mengambil gelang itu dikantong celanaku dan kuperlihatkan kepada Nisa.
“Astaga, ini kan gelangnya Bobi? Gelangnya pun sudah putus, jangan-jangan dia pelakunya” kata Nisa dengan kagetnya.
Jangan-jangan ada pentunjuk dari gelang Bobi yang putus. Lagi-lagi aku berpikir keras. Tidak mungkin juga Bobi yang melakukannya, kami kan bersahabat sejak kecil dan jelas-jelas dia tidak ada ditempat saat aku dan Nisa menolong Finy dan Alif, Bobi pun datang belakangan dan katanya dia dari jalan-jalan di belakang pantai. Tapi aku berfikir, kenapa gelang Bobi putus dan gelangnya berada tidak jauh dari mayat Finy dan Alif.
Terdengar Suara pintu Bobi dengan kerasnya.
“awas Za…..” kata Nisa dengan terkejut.
“Apa-apaan kamu Bob?” dengan pisau ditangannya dan berusaha menusuk aku, tapi dengan lincahnya aku menghindar dan memegang tangannya.
Nisa pun lari kekamar, dan tangan Bobi kupegang dengan sekencang-kencangnya.
“Nisaaaaa jangaaaaaaan” kataku sambil berteriak.
Nisa menembak dau kaki Bobi dan Bobi pun terjatuh dilantai sambil berteriak kesakitan. Aku dan Nisa pun heran kenapa Bobi melakukan semua ini.
“kamu kenapa Bob?” kata Nisa sambil menangis.
“apakah kamu yang membunuh Finy dan Alif?”
“iya, aku yang membunuh mereka, kenapa? Heran?”
“kenapa kamu lakuin ini semua?” kataku.
“aku cemburu dengan mereka, Alif sudah merebut Finy dariku. Aku ditolak mentah-mentah sama Finy, dan saat Alif nyatakan cinta kepada Finy, malah Finy menerima cinta Alif. Aku cemburu dan dendam kepada dia. Dan satu lagi, saat aku memanggil Finy dan Alif dikamarnya untuk bergabung minum teh bersama kita, aku melihat mereka berdua telanjang dikamarnya sambil berbuat intim. Sepintas mereka terkejut dan lalu buru-buru mengenakan bajunya. Dan itu kenapa mereka terlambat dan lama bergabung dengan kita untuk minum teh, sedangkan aku sudah tiba duluan, karena mereka memasang bajunya dulu.
“lalu kenapa Finy dan Alif bisa meninggal, sedangkan kamu tidak berada disana” kataku sambil emosi.
“itu cuman akal-akalanku saja, disaat kami berenang bersama, aku tenggelamkan Alif terlebih dahulu, dan Finy berteriak minta tolong. Setelah Alif sudah mati, giliran Finy yang kutenggelamkan. Saat mereka sudah mati, aku langsung lari menuju belakang pantai. Saat aku melihat kalian mendekati dan menolong Finy dan Alif, aku pun kesana dan terlihat seolah-olah aku tidak berada dipantai itu.
“Lalu kenapa kamu ingin membunuh Aza?” kata Nisa sambil menangis.
“saat kalian mengobrol tentang kematian Finy dan Alif, aku mendengarkan kalian dikamarku. Dan saat kalian sudah tahu kalau aku pelaku dari kematian Finy dan Alif, aku berencana untuk membunuh kalian juga, karena aku pasti akan ditangkap dan dipenjara karena kalian sudah tahu bahwa aku pelakunya”.
“sayangnya kamu tidak berhasil membunuh kami. Cepat telpon polisi Nis, sekarang kita sudah tahu siapa pelakunya dan kita akan memenjarakan sahabat kita sipembunuh ini” kataku sambil marah.

Selasa, 19 Februari 2013



TRIO DETEKTIF

pada saat suatu sore, angin berhembus dengan sejuknya, burung-burung berkicau-kicau merdu diantara daun-daun pohon.... (halah), mereka sedang duduk duduk diwarung yang sebenernya udah agak-agak doyong (nah tuh, kayak judul dangdut), tapi warung inilah yang sering dijadikan tempat berkumpul.
"Eh eh........ Tau ga....", kata Ujang, tapi Uchal langsung menjawab
"Ga....."
"Hihihii", Abon cekikikan kayak kunti
"Yeeee.... Denger dulu dong, jangan maen terobos, kayak angkot aje ah", kata Ujang
"Iya iya aku dengerin..... Emang ada apa?", tanya Uchal
"2 hari yang lalu ada rumah yang kemalingan tau......", kata Juned
"APAAAAA?!! Maca ciih?", Abon so imut
"So imut banget kau bon! Hahaha!", kata Uchal
"Saya kan cewek, jadi memang nyatanya saya itu imut, kalo kalian kan cowok, jadi ga boleh so imut, hahahaha", Abon tertawa
"Terserah, iya aja lah, dari pada bonyok.... Ngomong-ngomong, emang beneran jang ada maling? serius?", kata Uchal
"Serius.... Sekarang disini rawan maling, warganya jarang ada yang mau ronda siih....", kata Ujang
"OMG........ Jangan jangan kemaren sepatuku ilang gara-gara diambil maling itu juga....", kata Uchal
"Pembohongan publik! Mana ada maling yang mau ngambil sepatu kamu yang baunya minta ampun itu....... Hahahaaaaa", Abon tertawa
"Iya, bener kata si Abon, tu sepatu mungkin ga pernah dicuci kali yeee, jadi baunya udah jadi kayak bangke gitu....", kata Ujang
"Kemaren aja kucing dirumahku pingsan n kejang-kejang gara-gara aroma sepatu itu....", kata Abon
"Aduuh..... Jadi maluuu.... Kok jadi ngomongin sepatu, kita tadi ngomongin apa sih?", kata Uchal
"Ngomongin apa ya.....", Ujang mulai ga jelas, Abon pun ikut-ikutan
"Mari kita berpikir...."
(5 menit kemudian)
"AHA!!!" Abon berteriak
"Ssssst! Gaje (Ga Jelas) ah kalian berdua....." kata Uchal
"Eh, gimana kalo ntar malem kita bertiga kumpul di Pos ronda, siapa tau kita bisa mergokin maling, kan sekolah lagi libur, setuju?", kata Ujang
"Boleh boleh, kayaknya asyik tuh, haha", kata Uchal
"Ih, apa ga serem?", tanya Abon
"Ya ga lah bon, kan kita bertiga.....", kata Uchal
"Oh..... Ya udah deh, setuju...", kata Abon
"Jam 9 kita kumpul ya di pos ronda, bawa senter, sarung, poko'nya apapun yang kalian butuhin deh, asal jangan gotong-gotong rumah kalian aja, hahahaha", Ujang tertawa
"Okelah kalo beg beg begitu......", kata Uchal
Tidak lama kemudian Mang Gembul, tukang gorengan di desa ini datang, yang satu ini beda, agak gaul, karena dia berjualan gorengan dengan gerobak penuh hiasan metal dan penuh warna hitam, yaaaaaa..... memang kedengaran agak aneh, tapi itulah kata-kata yang terpikir dalam pikiran saya, si pengarang cerita, kalau pengen lebih lagi.... BAYAR!!!
Back to the story..... (so inggris)
"Eeeh! Ada Mang gembul tuh, beli gorengan yuk", kata Abon
"Ada uangnya ga?", tanya Ujang
"Ga ada...... Hehe", Abon nyengir
"Huuu..... Ga modal, hahaha!", Uchal tertawa
"Mau beli gorengan neng? atau mau ngutang lagi? kemaren aja gope lom dibayar....", kata Mang Gembul
"Yaelah mang, besok saya bayar deh..... Ngutang gope lg ya mang, hehe", Abon agak merayu
"Oke deeeh, tapi besok bayar ya neng....", kata Mang Gembul
"Okelah.... Tenang aja...", kata Abon sambil mengambil gehu yang harganya gope
"Ujang sama Uchal mau beli gorengan juga?", tanya Mang Gembul
"Ga ah mang, Uchal lagi memperbagus suara", kata Uchal
"Ujang juga ga mang, lagi batuk", kata Ujang, padahal saya juga pengarangnya tau, kalo mereka itu ga punya duit, hahahahaha
"Oh, ya udah deh......", kata Mang Gembul sambil berjalan pergi dan tentunya juga sambil mendorong gerobak gorengannya.
"Aduh, gorengan gehu nya enak, hahaha!", kata Abon
"Ah, kamu mah paku digoreng juga kayaknya enak aja bon", kata Uchal.
Mereka pun pulang ke rumah masing-masing untuk bersiap-siap.
Uchal, Abon, dan Ujang adalah tiga orang sahabat yang tinggal di sebuah desa terpencil yang lumayan jauh dari kota, penduduk di desa itu kebanyakan pekerjaannya sebagai petani, termasuk orang tua Ujang dan Abon, tapi beda dengan orang tua Uchal, ayah Uchal bekerja sebagai Dokter yang baru 2 bulan ditugaskan dari Kota untuk menetap di Desa. Mereka bertiga sudah bersahabat sejak Uchal baru pindah ke desa, dan mereka sama-sama memiliki selera humor yang sangat tinggi, karena itulah mereka sangat dekat dan sering bersama-sama. Umur mereka bertiga sama, 17 tahun.
Jarum jam menunjukan tepat Jam 8.30 malam, Uchal masih asik menonton tv dirumahnya.
"Chal, memang kamu mau kemana?", Ayahnya bertanya
"Aku udah janjian sama Abon dan Uchal, jam 9 mau kumpul di Pos Ronda", jawab Uchal
Ibunya pun datang dari arah dapur dan langsung bertanya
"Emang mau ngapain chal?"
"Ada deeh poko'nya..... Hahahai", kata Uchal
"Ah dasar kmu chal, tapi awas, jangan berbuat yang macem macem ya", Ayahnya mengingatkan
"Oke yaaaah.... Tenang aja, uchal kan anak baik, hehe", kata Uchal sambil nyengir.
Waktu yang ditentukan telah datang, jam sudah menunjukan pukul 9 malam, Uchal, Abon dan Ujang pun bertemu di Pos ronda.
"Eh, sepi bener yee disini, ckckck", kata Uchal
"Setiap malem juga begini kali chal.....", kata Ujang
"Tapi disini gelap banget sih, emangnya ga ada yang pasangin penerangan?", kata Abon sambil memegang senternya
"Ga apa apa bon, justru kalo gelap gini, kita ga akan mudah keliatan sama maling", kata Ujang
"Emang kamu yakin jang malem ini ada maling yang lewat sini??", tanya Abon
"Kita liat aja nanti...... Eh, aku bawa singkong goreng nih, mau mau?", kata Ujang
"Mauuu!", kata Abon dan Uchal berbarengan.
Malam itu mereka bertiga tetap berada di Pos Ronda ditemani sekotak singkong goreng, bahkan hingga tengah malam mereka tetap dipos ronda itu, begadang semalaman... (udah kayak kalong dah tuh), dan tepat pada jam 1 pagi, mereka bertiga mendengar suara aneh, seperti orang sedang berusaha membuka atau mencungkil kunci jendela.
"Ssst..... kalian denger ga?", kata Uchal sambil berbisik
"Hmmm? Apa?", kata Abon yang sudah mengantuk
"Iya iya, suara dari mana tuh?", kata Ujang
"Kayaknya dari rumah pak tarjo deh......", kata Uchal
"Kita kesana aja yuk..... Tapi jangan berisik ya", kata Ujang
Uchal, Ujang, dan Abon berjalan mengendap-ngendap menuju rumah pak Tarjo, juragan kerupuk didesa ini. Uchal berjalan didepan, Ujang ditengah dan Abon dibelakang. Tiba-tiba Uchal berhenti mendadak sehingga Ujang dan Abon saling bertabrakan, mereka langsung bersembunyi.
"Eh, beneran, ada maling....", kata Uchal sambil melihat orang dengan pakaian hitam dan memakai penutup kepala, tapi terlihat lebih mirip kaos kaki yang dimasukin ke kepala.
"Trus gimana nih??", kata Abon
"Abon, kamu mending kerumah Pak RT aja, laporin kalo disini ada maling, biar aku n uchal yang ngurus ni maling, oke oke!", kata Ujang
"Oke....", kata Abon, dia pun langsung berjalan ke rumah Pak RT
"Jang, emang kamu berani?", tanya Uchal
"Sebenernya takut juga siih, tapi ga apa, kita lawan aja", kata Ujang
"Trus sekarang gimana nih??", kata Uchal
"Kita mulai sekarang, ini saatnya kita beraksi....", kata Ujang, rambut dan sarungnya berkibar-kibar terkena angin yang lama-lama makin membesar
"Aduh, aduuh, angin dari mana nih? BERENTI!", tanya Ujang
"Hihihi!", Uchal cekikikan sambil pegang sebuah blower, masalahnya saya pengarangnya juga ga tau ni uchal dapet blower dari mana.
Ujang pun mengambil batu yang ada didekat kakinya, dan langsung melemparkannya ke arah maling, batu itu mengenai punggung si maling yang sedang terus mencoba membuka jendela.
"Eh copot eh copot eh copot! Apaan tuuuuuh!!! POCOOOOOONG!!", si Maling ternyata latah.... OMG!
Uchal dan Ujang hanya cekikikan, mereka melihat lampu rumah Pak Tarjo menyala setelah maling itu mengeluarkan kata-kata latahnya, maling itu mencoba berlari ke arah kanan, tapi tiba-tiba....
GEDUUBRAAAAAK!!
Suara apakah itu?
Hayo pada ga tau kan?
ENG ING ENG!
JEGEEEEEEEEEEEER! (halah)
Tragis, maling itu pingsan karena menabrak Jendela yang dibuka tiba-tiba oleh Pak Tarjo, mungkin karena terburu-buru, kepala Pak Tarjo keluar dari jendela untuk melihat (tapi lebih mirip kepala kura-kura yang keluar dari tempurung :D).
"MALIIIIING!", Pak Tarjo teriak dan langsung berlari keluar rumah
"Haaa! Ya ampuun..... Tragis bener tu maling, ampe kejeduk jendela gitu, padahal aku maunya ada actionnya", kata Ujang
"Iya ya, kurang action, salah pengarangnya tuh..... (lho? :D), tapi..... Huahahahahaha!! Lucu!", Uchal malah tertawa sampai sampai membangunkan semua orang dirumah yang jaraknya tidak terlalu berjauhan.
Tidak lama setelah itu, Abon datang bersama Pak RT dan beberapa Warga.
"Ujang, uchal, kenapa tuh maling? Kok pingsan?", kata Abon
"Tragis bon, tapi lucu, hahaha", kata Uchal
Beberapa warga datang dan membawa maling itu untuk dibawa ke kantor polisi
"Untung kalian melapor, jadi malingnya bisa tertangkap, mungkin yang kemarin mengambil barang-barang pak Paijo juga maling yang sama", kata Pak RT
"Waaaaah..... Ternyata ada maling, tapi ada ya maling latah.... Hahahaaaa", kata Pak Tarjo yang keluar rumah dengan menggunakan sarung
"Itu tadi gara-gara kena batu lemparan saya lho paaaak..... (bangga), tapi saya juga ga nyangka tu maling latah", kata Ujang
"Pak, warga disini kenapa ga suka pada ronda? Kan desa kita jadi rawan maling....", kata Uchal
"Warga disini kurang rajin buat ronda, tapi setelah ini, dijamin, pasti jadi rajin", kata Pak RT
"Beneran kan paaak?", tanya Abon
"Iya iya..... Tenang....", kata Pak RT sambil mengeluarkan sesuatu dari kantong celananya, ternyata..... Uang!
"Nih, buat kalian, masing-masing 20 ribu ya..... Sebagai hadiah karena kalian udah membantu menangkap maling", kata Pak RT
"Aduh paaaak, tau aja kalo saya lagi punya hutang sama Mamang Gembul....", kata Abon
"HUS! Abon, ga sopan!", kata Uchal
"Hehehee.....", Abon nyengir kayak kuda (pada tau ga, kuda nyengir kayak gimana?)
"Makasih ya pak....", kata Ujang
"Iya sama-sama", kata Pak RT
"Huaaaaaaaam! Ngantuk....", kata Abon
"Ya udah yuk, pulang aja, hehe", kata Uchal, rumah Abon dan Uchal memang lumayan dekat, bisa dibilang tetanggaan gitu deeeh.... (Jiaaaah)
"Jang, ga apa ya sendirian pulangnya, awas ntar dijalan ketemu temen-temenmu, Kunti and the geng, hahahahaha", kata Abon
"Jiahahaha! Enak aja! Masa kunti and the geng....", kata Ujang
Uchal, Ujang, Abon, Pak RT dan beberapa warga itu pun akhirnya pulang kerumah masing-masing (masa ke rumah orang).
Mulai saat itu warga didesa ini menjadi rajin ronda setiap malam, pos ronda pun sekarang sudah diberi penerangan dan sering dikunjungi orang-orang, maling latah itu pun tidak pernah kembali lagi, dia ditahan dikantor polisi karena ternyata dia sudah sering menjadi bulan-bulanan warga desa lain, tentunya juga karena ketahuan maling. Abon juga sudah membayar hutangnya seribu kepada Mang Gembul, tapi ada satu keapesan, Ujang, ternyata kata-kata Abon benar, dia bertemu Kunti and the geng dijalan saat dia pulang, sungguh kasian, semoga saja dia tidak trauma berlebih karena kejadian itu.


TEKA-TEKI KOPI POLONIUM
OLEH: TITIS SARI PUTRI


Hari mulai gelap ketika aku sampai di rumah. Suasana di luar semakin suram dengan adanya kabut tebal dan udara yang lebih dingin dari biasanya. Membuat orang lebih senang berada di rumah. Rasa penasaranku sudah berkurang. Mengingat penyelidikan yang kulakukan sepanjang siang tadi cukup banyak memberiku petunjuk tentang kasus yang sedang ku tangani ini.
Desa yang mula-mula tenang ini di kejutkan oleh dua kasus pembunuhan sekaligus, pembunuhan pertama terjadi tiga minggu yang lalu dan pembunuhan kedua terjadi dua hari yang lalu. Tepatnya, pada tanggal 6 November. Kasus kedua terjadi di sebuah hotel yang berjarak sekitar 4 km dari tempatku tinggal. Yaitu tempat kejadian pembunuhan yang sama dengan kasus pertama. Pada kasus pertama aku tidak tahu banyak, aku hanya di beri tahu rekan kerjaku saja, selengkapnya aku hanya membaca di surat kabar, karena waktu itu aku sedang sibuk bekerja ke luar kota ikut mencari jejak pelaku ilegal logging.
Pada kasus kali ini seorang pria berkewarganegaraan Rusia ditemukan tewas terkapar di lantai kamar sebuah hotel tempatnya menginap. Korban di ketahui bernama Andrey Akinfeev. Seorang mantan Agen Dinas Rahasia Rusia(KGB). Korban berumur 35 tahun, belakangan ini diketahui korban datang ke Indonesia untuk menyelidiki sendiri kematian sahabat karibnya yang tiga minggu yang lalu tewas di tempat yang sama. Setelah keluar dari pekerjaannya sebagai Agen Dinas Rahasia Rusia, ia memutuskan untuk menjadi detektif swasta di kotanya.
Menyelidiki kasus ini, berarti juga harus menelusuri kasus pertama. Karena sudah pasti bahwa ada hubungan kasus ini dengan yang sebelumnya. Korban pada kasus sebelumnya adalah pria berkewarganegaraan Inggris bernama Adam Robert Browner, seorang pimpinan perusahaan pertambangan di Inggris. Korban juga berumur 35 tahun. Korban datang ke Indonesia karena ia ingin mengunjungi kekasih yang dua minggu lagi akan dinikahinya. Rekan kerja korban di Inggris mengatakan bahwa Adam, panggilan akrabnya datang ke Indonesia untuk mempersiapkan pernikahannya dengan tunagannya. Tunagan korban diketahui bernama Grace Natalie, seorang model papan atas keturunan campuran antara Indonesia dan Jerman yang masih muda, usianya baru 26 tahun.
Kedua korban tewas dengan cara yang sama oleh larutan zat beracun yang disamarkan melalui secangkir kopi panas yang nikmat yaitu racun talium radioaktif, atau lebih dikenal dengan sebutan polonium. Polonium biasa digunakan dalam dunia kedokteran, berupa kimia logam beracun bewarna putih kebiruan, biasanya dapat kita temui juga di dalam racun tikus. Namun, dalam dunia kedokteran sekalipun sangat diwaspadai kegunaanya serta pemakaian dosisnya karena zat ini sangat berbahaya, karena mudah larut dalam cairan dan warnanya yang membuatnya sulit untuk di deteksi apabila sudah larut. Gejala yang ditimbulkannya adalah pusing, mual, muntah, diare, rambut rontok, dan bila dalam dosis yang lebih tinggi atau penderita tidak segera ditangani, racun ini dapat menyebabkan kejang, gangguan jiwa hingga kematian. Pembuatan hingga pengirimannya antar negara sangat di batasi, oleh karena itu, sudah jelas bahwa pembunuhnya bukanlah sembarang orang yang dapat dengan mudah mendapatkan racun mematikan ini. Berdasarkan penyelidikan tim forensik, racun polonium ini adalah murni hanya polonium, dan tidak bersama campuran zat lain seperti dalam racun tikus.
Keadaan kedua korban sendiri memungkinkan bahwa korban memang meminum racun melalui secangkir kopi. Terbukti dalam air liur dan lambung korban terdapat larutan kopi yang bercampur polonium. Sebuah cangkir yang pecah kopinya tercecer di lantai terletak tidak jauh dari korban. Bukti lain ada pada sampah plastik bekas bungkus gula yang terdapat sidik jari seseorang. Bukti sidik jari ini baru saja kutemukan dalam penyelidikanku siang tadi.
Beberapa saksi yang di tanyai alibinya ada tiga orang. Semuanya memiliki hubungan dekat dengan kedua korban. Ketiga orang itu, semuanya juga mencurigakan. Walaupun semua alibi yang dikatakannya sempurna, pasti ada yang berbohong tentang alibi saat waktu kejadian di antara ketiganya.
Aku menduga kalau pembunuhnya ada di antara ketiga orang itu. Namun, aku perlu menyelidiki lebih lanjut dan mencocokkan bukti yang kutemukan dengan kebenaran kasus ini guna membuktikan bahwa memang satu diantara ketiga orang itulah pelakunya.
Hubungan kedua korban sangatlah dekat, mereka berdua bersahabat karib semenjak mereka berumur 24 tahun. Mereka bertemu di London, Inggris ketika Akinfeev di tugaskan menyelidiki kasus pencurian uang di sebuah bank di Moskow, Rusia karena pelaku membawa kabur uang bank itu sampai ke London. Mereka bertemu di sebuah rumah makan, entah bagaimana akhirnya mereka bisa bersahabat amat dekat. Akinfeev memang sering datang ke London untuk bertugas. Hingga teman-teman Adam di London menjuluki mereka bagai amplop dan perangko atau monitor komputer dengan CPUnya.
Beralih pada pembicaraan semula tentang tiga orang yang saksi yang diduga tersangka.
Yang pertama sudah pasti adalah kekasih Adam Robert Browner yang berprofesi sebagai model papan atas bernama Grace Natalie. Saat diinterogasi, ia mengatakan bahwa pada kasus kematian kekasihnya ia sedang berada di sebuah restoran Italia yang berjarak 3 km dari hotel TKP karena ia sedang menunggu korban untuk membicarakan rencana pernikahan mereka, karena cukup lama menunggu, ia menelepon ke ponsel korban. Namun, ponsel korban tidak aktif. Ia mengatakan kalau ia sempat khawatir terjadi sesuatu dengan korban, ia memutuskan datang ke hotel TKP. Namun, ia terlambat. Saat ia datang ke TKP, kamar tempat kekasihnya menginap sudah ramai oleh kerumunan orang dan polisi. Sedangkan pada kasus kedua, ia mengatakan kalau ia tidak terlalu akrab dengan korban. Memang beberapa bulan yang lalu kekasihnya pernah mengenalkannya kepada Akinfeev saat berkunjung ke Inggris. ”Akinfeev hanya bilang pada saya kalau ia akan menyelidiki kasus pembunuhan Adam sendiri karena ia tidak bisa tinggal diam dan mempercayakan begitu saja kasus yang menghilangkan nyawa sahabatnya itu kepada kepolisian Indonesia”, kata Grace dengan menahan tangisnya.
Yang kedua adalah saudara tiri Adam Robert Browner, bernama Mariana Sarah Browner. Seorang wanita berkewarganegaraan Indonesia berusia 27 tahun. Ayah Adam dan Ibu Sarah yang orang Indonesia menikah sewaktu Sarah Browner berumur 12 tahun. Namun karena kecelakaan pesawat 4 tahun yang lalu Orang tua mereka tewas. Dan harta warisan peninggalan kedua orang tuanya sempat menjadi perebutan di antara keduanya. ”Sebelum dan sesudah Adam terbunuh saya berada di Surabaya, untuk meliput berita bersama rekan saya, begitu juga dengan terbunuhnya Akinfeev, setelah maupun sebelumnya, saya sedang berada di kantor saya, di Jakarta. Kalau anda tidak percaya, anda bisa tanyakan pada rekan kerja saya dan kantor stasiun televisi tempat saya bekerja. ”Begitulah hasil interogasi yang dilakukan kepada adik tiri Adam Browner ini. Hal ini sudah cukup membuktikan bahwa Sarah Browner memiliki alibi yang kuat. Sulit untuk menuduh Sarah sebagai pelakunya.
Yang ketiga adalah Direktur keuangan perusahaan yang di pimpin Adam Browner. Pria yang lebih muda dari Adam, ia berusia 30 tahun, berkewarganegaraan Jerman, bernama Miroslav Gomez. Beberapa minggu yang lalu Gomez terlibat pertengkaran dengan Adam. Penyebabnya adalah menurunnya kas keuangan perusahaan. Adam menuduhnya mengkorupsi uang perusahaan. Tidak lama setelah itu ia meminta cuti kepada perusahaan untuk berlibur bersama keluarganya ke Indonesia. Polisi sempat kesulitan menginterogasinya karena pria ini bersikeras menolak di bawa ke kantor polisi.
Lamunanku tersadar oleh langkah kaki yang tentu sudah kukenal sedang menuju pintu. Tidak lama kemudian pintu diketuk, dan aku membukanya.
Seorang polisi muda bertubuh tinggi ceking tapi berwajah tampan dan menyenangkan bernama David ada dihadapanku. David adalah patnerku yang di tugaskan bersama untuk menyelidiki kasus yang menyedihkan ini. ”Selamat malam Pak, saya datang kesini untuk membicarakan perkembangan kasus Adam Browner-Akinfeev. Apakah anda menemukan suatu petunjuk yang baru?”, kata David dengan wajah yang amat serius. ”Masuklah dulu David, kita bicarakan di dalam sambil menikmati secangkir teh panas”, kataku sambil tersenyum. “Terimakasih pak”, kata David sambil melangkah masuk lalu duduk di sofa. Aku memulai pembicaraan, “Penyelidikan yang kulakukan siang tadi cukup memberiku petunjuk tentang ketiga saksi yang amat mencurigakan itu.” Suasana hening sejenak, kami larut dalam pikiran masing-masing. Tidak lama kemudian dua cangkir teh panas sudah terhidang di meja tamu di hadapan kami. ”Saya juga curiga kepada ketiga saksi itu Pak, seharusnya ketiga saksi itu lebih baik berstatus sebagai tersangka. Tapi saya lebih curiga kepada tunagan Adam Browner. Karena menurut saya sikap dan tingkah lakunya sangat aneh saat ia tiba di hotel TKP”, kata David dengan penuh semangat. ”Hmm…ya David dugaanmu itu sama persis dengan dugaanku. Penyelidikanku siang tadi juga mulai memberi sinyal bahwa memang Grace Natalie pelaku dari dua kasus ini. Tapi perlu bukti sedikit lagi untuk dapat membuatnya mengakui perbuatannya dan memasukkannya ke dalam kurungan berpagar besi dalam waktu lama”, kataku dengan mata bersinar-sinar. David menatapku dengan kagum, ”Luar biasa Pak. Petunjuk apa yang anda temukan?”. Senyumku semakin lebar, ”Semuanya ada 3 petunjuk. Petunjuk yang pertama ada pada saat Grace datang tidak lama di lokasi kejadian, tanpa sadar ia berteriak histeris sambil menagis. Apa kau ingat David apa yang di katakannya?”. David melihatku sambil mengerutkan dahinya, kemudian ia tersenyum, ”Grace mengatakan’Adam sudah tewas’”. Aku menganggukkan kepalaku, ”Ya, padahal polisi atau dokter sekalipun belum tentu dapat memastikan kalau Adam sudah tewas tanpa mendekatinya dan memeriksa denyut jantung Adam. ”Aku menghentikan ucapanku”, minumlah tehnya dulu agar tenggorokanmu tidak kering. ”David tersenyum lalu meminum teh .
“Yang kedua adalah arah kedatangan Grace saat menuju ke kamar tempat terjadinya pembunuhan Adam. Kalau ia mengatakan ia datang dari luar hotel, seharusnya ia datang dari arah kanan, tetapi pada kenyataanya ia datang dari arah kiri yang arahnya menuju toilet umum. Bukti ini ada pada kamera pengawas hotel yang berada di tempat sekitar toilet. Dan siang tadi aku sudah membuktikannya. “David baru berkedip saat aku berhenti bicara, ”Anda menyelidikinya ke hotel itu lagi Pak ?”
“Tentu saja David. Aku menyelidikinya dan bilang pada pihak hotel untuk kepentingan penyelidikan.”
“Masalah yang ada pada poin ketiga ini adalah apa yang dilakukan Grace di dalam toilet. ”Lagi-lagi David memandangku tapi kali ini pandangannya menjadi bingung, “Bagaimana kalau Grace memang melakukan sesuatu yang seharusnya di lakukan di toilet. Maksudku….”, belum sempat ia melanjutkan kata-katanya aku memotongnya…
“Kalau Grace menuju toilet dalam keadaan terburu-buru karena khawatir akan keadaan tunagannya itu aneh. Bukankah dalam kamar Adam ada toilet? Lagipula kalau di luar kamar Adam telah ramai oleh kerumunan orang dan polisi dan ia tidak tahan ingin segera pergi ke toilet, mengapa kamera pengawas tidak memperlihatkannya berjalan dari luar menuju ke toilet?”
“Memang berbeda dengan kasus kedua saat tewasnya Akinfeev, Grace tidak ada di tempat. Tetapi ada satu lagi yang belum di selidiki polisi pada saat kasus pertama maupun kasus kedua. Polisi tidak mencari tempat menyimpan racun polonium itu secara detail. Tempat-tempat yang tidak mudah diketahui orang, misalnya bagian-bagian tertentu di toilet. Pelayan hotel mengatakan bahwa pembuangan di toilet umum itu agak macet dan belum di perbaiki saat aku akan masuk ke toilet. Hal ini membuktikan bahwa di dalam saluran pembuangan di toilet itu ada sesuatu kan?” Senyumku kembali mengembang.
David memandangku dengan heran sekaligus bercampur kagum dengan berkata, ”Anda luar bisa sekali Pak, dengan cepat anda dapat mencari bukti dan memecahkan teka-teki dalam kasus ini. Dan pertanyaan anda tadi biar saya jawab, menurut saya mungkin itu adalah botol kecil berukuran sekitar 10 cm, sehingga botol itu tidak jatuh ke dalam saluran pembuangan, melainkan menyumbat saluran pembuangan.”
“Tepat sekali David”, kataku sambil mengeluarkan 2 botol polonium dari saku celanaku, ”Aku menemukannya di dua toilet umum yang berbeda di hotel itu”.
“Oya, David ada dua hal lagi yang penting. Aku mendapat informasi dari seorang teman Grace pada saat mereka satu universitas. Ia mengatakan bahwa Grace masuk universitas kedokteran dan lulus dua tahun yang lalu. Tidak heran kalau Grace punya banyak teman yang berprofesi sebagai dokter. Ia dapat dengan mudah memperoleh polonium serta mengerti kegunaanya.”
“Berikutnya adalah pada saat kasus kedua terjadi, dalam kamar Akinfeev juga tidak ditemukan sidik jari ketiga saksi tersebut. Itu menandakan bahwa pelaku sangat waspada dan hati-hati. Mungkin pelaku menggunakan kaus tangan untuk menyentuh barang-barang korban”.
“Melihat kematian kedua korban yang di bunuh dengan cara yang sama persis menunjukkan pelaku yang sama, dan pelakunya menunjukkan orang yang dekat dengan korban karena pelaku meracuni korban dengan mudah. Pada kasus pembunuhan Adam, pelaku membuatkan Adam kopi sehingga dapat dengan mudah meracuninya. Sedangkan pada kasus pembunuhan Akinfeev, pelaku menuangkan racun pada cangkir berisi kopi dengan pura-pura akan membuat kopi untuk korban, mungkin korban sudah mulai mengetahui siapa pembunuh sahabatnya, Grace yang ketakutan seketika menyusun rencana dan membunuhnya. Dugaanku, Grace datang ke kamar tempat Akinfeev dibunuh untuk menanyakan seputar penyelidikannya. Grace yang sudah mengenal Akinfeev dapat dengan mudah beralasan ingin membuatkan kopi untuk mereka berdua dan ia tentu tidak lupa mencampurkan polonium itu ke dalam cangkir milik Akinfeev. Pekerjaan membuat kopi tidak sulit menggunakan kaus tangan, tetapi kalau merobek plastik pembungkus gula dengan keadaan gunting yang rusak dan tidak tajam, terlalu sulit jika menggunakan kaus tangan, maka Grace menggunakan tangannya untuk merobek plastik gula itu. Polisi yang menyelidiki hal ini mengira plastik itu sebagai sampah biasa. Namun, setelah aku perhatikan di plastik ini terdapat sidik jari seseorang, aku tidak tahu siapa, namun jika ini sidik jari Grace Natalie maka tidak salah lagi kalau dialah pelaku di balik semua ini”, ku berikan sobekan plastik bersidik jari itu ke David, David menyimpannya ke dalam plastik lain yang bening.
“Tapi Pak, mengapa Grace tidak segera mengambil barang bukti yang ia tinggalkan? Apalagi barang bukti yang anda temukan ini cukup penting. Jelas sekali kalau barang bukti ini ditemukan oleh orang lain, terutama bukti sidik jari pada plastik bungkus gula itu.Grace dapat dengan mudah masuk penjara”.Pertanyaan David yang sangat mudah ku jawab.
“David….David. Kalau soal itu cobalah tebak. Grace yang pintar, lulusan universitas kedokteran terkenal, sangatlah aneh kalau ia merencanakan pembunuhan yang cukup rumit ini dengan ceroboh. Lagipula ia sangat berani melakukan dua pembunuhan walaupun pembunuhan yang pertama sedang dalam penyelidikan polisi. Itu hanya ada dua alasan, Grace melakukan ini semua karena selain menunggu waktu yang tepat untuk mengambilnya atau karena ia meremehkan polisi. Selengkapnya bisa kau pastikan pada saat mengintrogasinya untuk yang kedua kalinya di kantor polisi nanti.”
“Wahh….rupanya kemampuanku tidak ada apa-apanya di bandingkan dengan anda Pak, saya harus lebih berlatih lebih giat lagi untuk dapat memecahkan kasus dengan mudah seperti anda. Oya Pak, tetapi apa motif Grace untuk melakukan pembunuhan kepada tunagannya sendiri, kepada Adam ?”, kata David dengan penasaran.
“Ah…iya David maaf, aku lupa mengatakannya padamu. Aku mendapatkan informasi dari salah seorang teman Grace. Grace bukanlah gadis manis yang baik hati. Grace Natalie adalah seorang gadis yang setiap malam suka keluar masuk bar. Kehidupannya glamour ala selebriti dan serba mewah. Sudah sejak berpacaran dengan Adam Browner sekitar setahun yang lalu Grace dililit hutang yang menumpuk dan jumlahnya sangat banyak karena judi.”
“Grace cuma ingin memakai uang Adam, dan terbukti sejak Adam tewas tiga minggu yang lalu, aku meminta tolong pada Sarah Browner, saudara tiri Adam Browner untuk memeriksa tabungan milik Adam Browner sendiri yang ada di bank tempat Adam menabung. Dan memang benar David, dugaanku tidak salah, tidak sedikit uang adam berkurang dan yang mengambilnya bisa kita tanyakan kepada pihak bank. Tentu tidak sulit untuk mencarinya. Direktur keuangan perusahaan milik Adam Browner pun membenarkan kalau selama berpacaran dengan Grace, Adam jadi suka berfoya-foya dan menghambur-hamburkan uangnya. Grace selalu di manjakan dengan uang Adam.”
“Nah, David aku rasa kau sudah cukup jelas untuk mengerti kasus ini. Aku sungguh tidak menyangka kasus ini terjadi seperti ini. Sungguh ironis. Sepasang kekasih yang sebentar lagi akan melangsungkan pernikahan, seharusnya menantikan hari itu dengan bahagia. Namun, kebahagiaan itu berubah menjadi sebuah kisah yang menyedihkan. Begitu juga dengan Adam dan Akinfeev, kisah ini sungguh tragis. Dua orang sahabat harus sama-sama terbunuh di tangan orang yang sama, di tempat yang sama, oleh racun yang sama dan tanpa sebab yang jelas. Karena hingga saat ini aku masih sulit untuk memahami alasan mengapa seseorang membunuh orang lain. Karena menurutku tidak ada alasan yang tepat untuk saling membunuh”.
“Saya sangat kagum pada anda Pak, anda detektif kepolisian Indonesia yang paling hebat yang pernah saya ketahui. Beruntung sekali saya dapat bekerja sama dengan anda. Saya kira negara ini juga sangat beruntung memiliki orang seperti anda”.
“Kau terlalu berlebihan David. Sudahlah lebih baik laporkan hasil kerja kita, penyelesaian teka-teki kopi polonium yang cukup rumit ini ke kepolisian pusat, mungkin aku tidak dapat ikut denganmu karena aku harus mengunjungi sahabatku di luar kota, dan aku harus berangkat pagi. Oya David, jangan lupa pula sampaikan salamku kepada semuanya”.
“Tentu saja pak, akan saya sampaikan salam anda. Besok saya akan menelepon anda mengenai laporan saya tentang kasus ini. Saya pamit dulu Pak, selamat malam”, kata David sambil berjabat tangan denganku.

Ku antar David sampai ke pintu, setelah ia berlalu kututup pintu. Kurebahkan kembali tubuhku ke sofa dan menghabiskan sisa tehku. Setelah itu aku bangkit menuju kamar untuk tidur.
Alarm jam yang ku setel berbunyi, aku bangun, secepat kilat menuju kamar mandi lalu mandi. Tidak lama setelahnya aku telah bersiap-siap di meja makan sambil membaca koran. Berita pagi ini membuatku benar-benar puas dengan penyelidikanku. Harian pagi itu menyebutkan berita utamanya: